Selasa, 30 Oktober 2018

ADAT ISTIADAT BATAK TOBA

Adat Istiadat Batak Toba Tempat Aku Terlahir

Indonesia kaya akan beragam suku, budaya dan adat istiadat. Itulah karya penciptaan Tuhan yang menjadikan segala sesuatunya beragam. Termasuk saya dari suku Batak Toba yang memiliki adat istiadat yang kental dan kuat. Batak sangat beragam ada Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Nias, Batak Pakpak Dairi dan Batak Angkola. Masing-masing beragam adatnya, berbeda wilayahnya dan berbeda bahasa satu sama lain. 


Rumah Adat Batak Toba namanya Jabu Sopo


Saya terlahir dari keluarga keturunan Batak Toba. Dalam suku batak terdapat Family (Marga bagi laki-laki dan Boru bagi perempuan) yang diturunkan kepada keturunannya adalah marga dari pihak bapak. Karena bagi suku batak laki-laki yang memiliki peran sangat kuat dan penting dalam garis keturunan. Nama family saya adalah samosir sehingga saya bernama Sartika Samosir (boru). Bapak saya Marga Samosir dari keturunan Raja Danau Toba Pulau Samosir dan Mamak saya Boru Tampubolon keturunan dari Tuan Sihubil.

Terlahir menjadi anak keturunan batak pasti sudah tercatat dalam adat istiadat sedari bayi sampai meninggal nantinya. Adat batak sangat beragam dan sangat berbeda posesinya. Dari bayi saya sudah tercatat dalam silsilah keluarga bapak yaitu Samosir. Saya masih harus belajar banyak tentang adat istiadat karena itu sangat penting dikemudian hari. Saya menikah dengan seorang laki-laki anak raja marga Manurung. Ibarat kata kalau di suku batak perempuan yang menikah dibeli dengan mahar tinggi maka akan semakin tinggi derajatnya. bagi yang mampu dan sesuai kesepakan kedua belah pihak.

Falsafah Dalihan Na Tolu



Falsafah dalam adat batak toba
Falasafah adat Batak Toba dikenal dengan Dalihan Na Tolu artinya 3 adat yang harus dipahami seorang keturunan batak. Dalihan Na Tolu ini sebagai modal keturunan batak ketika akan merantau jauh dari bona pasogit. Seperti saya dan suami harus menjalankan falsafah adat Batak Toba ini dimanapun kami berada.

1.   Somba Marhula-hula 
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).

2.   Manat Mardongan Tubu 
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.

3.   Elek Marboru
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai ‘parhobas’ atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.


Adat Istiadat Batak Toba yang harus dilaksanakan

Pertama, khusus anak pertama semenjak bayi dalam kandungan tujuh bulanan sudah dibuatkan adat posesi bataknya. Supaya Ibu dan Anak sehat selalu sampai proses persalinan. Si anak lahir supaya membawa rejeki, kebahagiaan dan berkat bagi keluarga. 

Kedua, kelahiran anak pasti diadakan adat batak namanya "Makkaroani". Nah, pada saat posesi ini si anak disahkan namanya dan diperkenalkan kepada seluruh keluarga dan kerabat. Karena bagi adat batak anak pertama adalah pembawa nama keluarga. Dalam proses semua adat batak nama anak pertama yang selalu disebut. Maka anak pertama sangat dinanti-nantikan keluarga batak.

Posesi Adat Kelahiran Anak


Ketiga, Pernikahan sangat panjang posesi adatnya. Pernikahan adalah merupakan suatu peristiwa besar, mengundang hulahula, boru, dongan tubu serta dongan sahuta sebagai saksi pelaksanan adat yang berlaku. Dalam adat Batak Toba pernikahan haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu, yaitu Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Pernikahan Batak Toba sangat kuat sehingga tidak mudah untuk bercerai karena dalam pernikahan tersebut banyak orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab di dalamnya. Adapun posesi adat nikah batak adalah.

1. Mangaririt (Dicarikan jodoh)
Mangaririt adalah ajuk-mengajuk hati atau memilih gadis yang akan dijadikan menjadi calon istrinya sesuai dengan kriterianya sendiri dan kriteria keluarga. Acara mangaririt ini dilakukan kalau calon pengantin laki-lakinya adalah anak rantau yang tidak sempat mencari pasangan hidupnya sendiri, sehingga sewaktu laki-laki tersebut pulang kampung, maka orang tua dan keluarga lainya mencari perempuan yang cocok dengannya untuk dijadikan istri, tetapi perempuan yang dicarikan tersebut harus sesuai dengan kriteria silaki-laki dan kriteria keluarganya.

Posesi Adat menikah penulis


2. Mangalehon Tanda (Memberikan tanda)
Mangalehon tanda artinya memberikan tanda yang apabila laki-laki sudah menemukan perempuan sebagai calon istrinya, maka keduanya kemudian saling memberikan tanda. Laki-laki biasanya memberikan uang kepada perempuan sedangkan perempuan menyerahkan kain sarung kepada laki-laki, setelah itu maka laki-laki dan perempuan itu sudah terlibat satu sama lain. Laki-laki kemudian memberitahukan hal itu kepada orang tuanya, orang tua laki-laki akan menyuruh prantara atau domu-domu yang sudah mengikat janji dengan putrinya.

3. Marhori-hori Dinding atau Marhusip (Berbisik)
Marhusip artinya berbisik pengertian dalam adat ini pembicaran yang bersifat tertutup atau dapat juga disebut perundingan atau pembicaraan antara utusan keluarga calon pengantin laki-laki dengan wakil pihak orang tua calon pengantin perempuan, mengenai jumlah mas kawin yang harus di sediakan oleh pihak laki-laki yang akan diserahkan kepada pihak perempuan. Hasil-hasil pembicaraan marhusip sementara hanya diketahui oleh keluarga inti. Marhusip biasanya diselenggarakan di rumah perempuan. Domu-domu calon pengantin laki-laki akan menerangkan maksud kedatangan mereka kepada kaum kerabat calon pengantin perempuan.

4. Martumpol (baca : Martuppol)
Martumpol bagi orang Batak Toba dapat disebut juga sebagai acara pertunangan namun secara harafiah martupol adalah acara kedua pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk melangsunkan perkawinan. Martupol ini dihadiri oleh orang tua kedua calon pengantin dan kaum kerabat mereka beserta para undangan yang biasanya diadakan di dalam gereja.

5. Marhata Sinamot
Marhata sinamot biasanya diadakan selesai membagikan jambar. Marhata sinamot yaitu membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak laki-laki, hewan apa yang di sembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan dimana dilakukan upacara perkawinan tersebut. Mas kawin yang diberikan pihak laki-laki biasanya berupa uang yang jumlah mas kawin tersebut di tentukan lewat terjadinya tawar-menawar.

6. Martonggo Raja
Perkawinan pada masyarakat Batak Toba bukan hanya urusan ayah dan ibu kedua calon pengantin, tetapi merupakan urusan semua keluarga. Karena itu orang tua calon pengantin akan mengumpulkan semua anggota keluarga di rumah mereka masing-masing dan yang hadir dalam upacara ini terutama menyangkut dalihan na tolu yaitu hula-hula, boru, dongan sabutuha, dan dongan sahuta (teman sekampung).

7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan) dan Marunjuk 
Pemberkatan pernikahan kedua pengantin dilaksanakan di Gereja oleh Pendeta. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua pengantin telah sah menjadi suami istri menurut gereja. Setelah pemberkatan dari Gereja selesai, lalu kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara adat Batak dimana acara ini dihadiri oleh seluruh undangan dari pihak laki-laki dan perempuan.

Marujuk adalah saat berlangsungnya upacara perkawinan, upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba ada dua macam yaitu alap dan taruhon jual. alap jual adalah suatu upacara adat perkawinan Batak Toba yang tempat upcara perkawinan dilaksanakan di tempat perempuan. Pengantin perempuan dijemput oleh pengantin laki-laki bersama orang tua, kaum kerabat dan para undangan ke rumah orang tuanya. Dalam upacara adat inilah disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos. Selanjutnya dilaksanakan pembagian jambar (jatah) berupa daging dan juga uang yaitu:

A. Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak perempuan adalah jambar juhut (daging) dan jambar tuhor ni boru (uang) dibagi sesuai peraturan.
B. Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak laki-laki adalah dengke (baca : dekke/ ikan mas arsik) dan ulos yang dibagi sesuai peraturan. Pesta Adat Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.

8. Paulak Une
Acara ini dimasukkan sebagai langkah agar kedua belah pihak bebas saling kunjung mengunjungi setelah beberapa hari berselang setelah upacara perkawinan yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara perkawinan, pihak pengantin laki-laki dan kerabatnya, bersama pengantin pergi ke rumah pihak orang tua pihak pengantin perempuan. Kesempatan inilah pihak perempuan mengetahui bahwa anak perempuanya betah tinggal di rumah mertuanya.

9. Manjae
Setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan menjalani hidup berumah tangga (kalau laki-laki tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian. Biasanya kalau anak paling bungsu mewarisi rumah orang tuanya.

9. Maningkir Tangga
Upacara ini pihak perempuan pergi mengunjungi pengantin dirumah pihak laki-laki, dimana mereka makan bersama melakukann pembagian jambar. Pada hakekatnya maningkir tangga ini dimaksudkan agar pihak perempuan secara langsung melihat dari keadaan putrinya dan suaminya karena bagaimanapun mereka telah terikat oleh hubungan kekeluargaan dan sekaligus memberi nasehat dan bimbingan kepada pengantin dalam membina rumah tangga.


Keempat, Mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan itu. Disamping itu juga dikenal istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga hula-hula/tulang.

Kelima, Kematian dalam tradisi Batak, orang yang meninggal akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia dan status yang meninggal. Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila meninggal ketika masih bayi (mate poso-poso), meninggal saat anak-anak (mate dakdanak), meninggal saat remaja (mate bulung), dan meninggal saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki Mamak) yang meninggal .

Posesi Adat Upacara Kematian

Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang meninggal :
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan / mate punu),
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar),
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon),
4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua), dan
5. Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua).
Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena meninggal saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu mate saur matua bulung (meninggal ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).

Keenam, Mangapuli Kegiatan dalam adat batak adalah memberikan penghiburan kepada keluarga yang sedang berduka cita. Hanya saja Mangapuli tidak dilakukan secara asal-asal, semua ada prosedurnya dan prosedur ini erat hubunganya  dengan adat Batak Toba. Kita dan Pihak Keluarga datang membawa makanan, minuman untuk dimakan bersama-sama di rumah duka. Keluarga yang berduka sama sekali tidak direpotkan dengan makanan namun cukup menyediakan piring-piring, dan air putih saja. Dan pihak keluarga yang berduka juga biasanya menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang sudah datang memberikan penghiburan (dukungan moril) kepada keluarga yang ditinggalkan yang biasa disebut Mangampu hasuhuton.

Ketujuh, Mangokkal Holi atau menggali dan memindahkan tulang belulang leluhur merupakan tanda menghormati para leluhur. Lewat mangokal holi juga, orang Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Dan Mangokal holi juga akan mengangkat martabat sebuah marga dengan menghormati orangtua dan para leluhur. Kuburan dan tugu leluhur yang megah nan indah semakin menandakan kemakmuran ke suksesan keturunan marga tugu tersebut. 

Posesi Adat Mangokkal Holi

Dalam upacara Mangokal holi, tulang-belulang para leluhur dari keturunan marga batak yang mengadakan acara menggali kembali kuburan para leluhur mereka yang dulunya dikuburkan secara terpisah. Setelah tulang-belulang para leluhur sudah dikumpulkan dan dicuci bersih maka kemudian tulang-belulang para leluhur ini akan dimasukkan kedalam kotak atau peti dan dikubur kembali dalam sebuah tugu peringatan yang telah dibangun. Di Tugu peringatan inilah tulang-belulang para leluhur telah disatukan. Adapun prosesi dari menggali tulang-belulang hingga di kuburkan kembali dalam Tugu memakan waktu berhari-hari dan butuh dana yang besar dan posesi adat Batak Toba yang lengkap.

Sangat panjang dan rumit sekali adat Batak Toba. Selain rumit, pasti sangat membutuhkan energi, materi dan effort yang besar. Beginilah adat saya Batak Toba dari jaman dahulu kala bergulir sampai sekarang. Dengan kelangsungan adat istiadat Batak Toba mempererat tali persaudaraan dan memperkuat kekeluargaan serta saling mengenal kerabat dekat maupun jauh. 

Karena begitu banyaknya kerabat Batak Toba maka dibuatlah silsilah keturuan dari jaman nenek moyang sampai generasi saat ini. Dan harus perlu dipelajari tentang silsilah marga dan adat istiadat. Supaya saat merantau di negeri orang dan ketemu dengan keturunan Batak Toba sudah tahu silsilah dan keturunannya. Saya Sartika L Samosir keturunan dari Raja Samosir, Samosir Sidari yaitu Samosir Si Raja Sonang.

"ARSITEKTUR" Bangunan Rumah adat batak

Mitologi Batak adalah kepercayaan tradisional akan dewa-dewi yang dianut oleh orang Batak. Agama Batak tradisional sudah hampir menghilang pada saat ini, begitu juga dengan mitologi Batak. Kepercayaan Batak tradisional terbentuk sebelum datangnya agama Islam dan Kristen oleh dua unsur yaitu megalitik kuno dan unsur Hindu yang membentuk kebudayaan Batak[1].





Pengaruh dari India dapat terlihat dari elemen-elemen kepercayaan seperti asal-usul dunia, mitos penciptaan, keberadaan jiwa serta bahwa jiwa tetap ada meskipun orang telah meninggal dan sebagainya.
Suku Batak sendiri terbagi dari:
1.    Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan bahasa Batak Toba.
2.    Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.
3.    Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh dan menggunakan bahasa Batak Karo.
4.    Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi dan menggunakan bahasa Batak Mandailing.
5.    Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan menggunakan bahasa Pakpak. Toba PUSUK BUHIT Simalungun Karo Pakpak Mandailing Angkola.[2]
    Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb: Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak.
    Namun demikian, Ada yang berpendapat dan berkeyakinan bahwa etnis Batak bukan hanya 5, akan tetapi sesungguhnya ada 11 [sebelas], ke 6 etnis batak tersebut adalah :
    1.            Batak Pesisir,[3]
    2.            Batak Angkola,
    3.            Batak Padang lawas,
    4.            Batak Melayu,
    5.            Batak Nias,
    6.            Batak Alas Gayo.
    Sebelas dari sub etnis Batak adalah:
    1.            Batak TOBA ,di Kab.Tapanuli Utara, Tengah, Selatan
    2.            Batak SIMALUNGUN, di Kab.Simalungun, sebelah Timur danau Toba
    3.            Batak KARO,di Kab Karo, Langkat dan sebagian Aceh
    4.            Batak PAKPAK [Dairi],di Kab Dairi dan Aceh Selatan
    5.            Batak MANDAILING,di Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi
    6.            Batak PASISIR,di Pantai Barat antara Natal dan Singkil
    7.            Batak ANGKOLA,di Wilayah Sipirok dan P. Sidempuan\
    8.            Batak PADANGLAWAS ,di Wil. Sibuhuan, A.Godang, Rambe, Harahap
    9.            Batak MELAYU,di WiL Pesisir Timur Melayu
    10.          Batak NIAS,di Kab Pulau Nias dan sekitarnya
    11.          Batak ALAS GAYO,di Aceh Selatan,Tenggara, Tengah Yang disebut wilayah Tanah Batak atau Tano Batak ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera Utara. 

    Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda (politik devide et impera) seperti sekarang, Tanah Batak konon masih sampai di Aceh Selatan.[4]




    [1] http://id.wikipedia.org/wiki/Mitologi_Batak
    [2] http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
    [3] http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
    [4] www.sihotang.s5.com/adat.html


    Gambar 1. PETA ETNIS BATAK
    I.               AGAMA DAN KEPERCAYAAN

    1.1.        AGAMA PARMALIM
    Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya: gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat dijadikan tempat yang sakral (tempat sembahan). [1]

    Orang Batak percaya kepada arwah leluhur yang dapat menyebabkan beberapa penyakit atau malapetaka kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat sekali dengan aktifitas manusia.

    Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.



    [1] http://id.wikipedia.org/wiki/Parmalim

    Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaanNya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu :
               TONDI
    Tondi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya[1].
    •           SAHALA
    Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
               BEGU
    Begu adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.[2]


    I.              ARSITEKTUR RUMAH ADAT BATAK
    Selama suku Batak tinggal di pesisir danau toba, mereka membentuk suatu daerah perkampungan yang cukup unik, dimana mereka memiliki 2 rumah, yaitu rumah jantan dan rumah betina. Rumah jantan terletak disebelah selatan, fungsinya sebagai rumah tinggal, sedangkan rumah betina terletak di sebelah utara, fungsinya sebagai tempat menyimpan padi..[3]
    Nenek moyang bangsa Batak (Bangso Batak) menyebut Rumah Batak yaitu “jabu na marampang na marjual”. Ampang dan Jual adalah tempat mengukur padi atau biji bijian seperti beras/kacang dll. Jadi Ampang dan Jual adalah alat pengukur, makanya Rumah Gorga, Rumah Adat itu ada ukurannya, memiliki hukum hukum, aturan aturan, kriteria kriteria serta batas batas.


    Biarpun Rumah Batak itu tidak memiliki kamar/dinding pembatas tetapi ada wilayah (daerah) yang di atur oleh hukum - hukum. Ruangan Ruma Batak itu biasanya di bagi atas 4 wilayah (bagian) yaitu:

    1.    Jabu Bona ialah daerah sudut kanan di sebelah belakang dari pintu masuk rumah, daerah ini biasa di tempati oleh keluarga tuan rumah.
    2.    Jabu Soding ialah daerah sudut kiri di belakang pintu rumah. Bahagian ini di tempati oleh anak anak yang belum akil balik (gadis)
    3.    Jabu Suhat ialah daerah sudut kiri dibahagian depan dekat pintu masuk. Daerah ini di tempati oleh anak tertua yang sudah berkeluarga, karena zaman dahulu belum ada rumah yang di ongkos (kontrak) makanya anak tertua yang belum memiliki rumah menempati jabu suhat.[4]
    4.    Jabu Tampar Piring ialah daerah sudut kanan di bahagian depan dekat dengan pintu masuk. Daerah ini biasa disiapkan untuk para tamu, juga daerah ini sering di sebut jabu tampar piring atau jabu soding jolo-jolo. [5]

    Disamping tempat keempat sudut utaman tadi masih ada daerah antara Jabu Bona dan Jabu Tampar Piring, inilah yang dinamai Jabu Tongatonga Ni Jabu Bona. Dan wilayah antara Jabu Soding dan Jabu Suhat disebut Jabu Tongatonga Ni Jabu Soding. Disebut Rumah Bolon karena suku batak toba sangat percaya akan Tuhan mereka yaitu MULA JADI NA BOLON, jadi rumah bolon berarti rumah Tuhan.

    Itulah sebabnya ruangan Ruma Batak itu boleh dibagi 4 (empat) atau 6 (enam), makanya ketika orang batak mengadakan pertemuan (rapat) atau RIA di dalam rumah sering mengatakan sampai pada saat ini; Marpungu hita di jabunta na mar Ampang na Marjual on, jabu na marsangap na martua on.[6]



    [1] http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak#Kepercayaan
    [2] http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak#Kepercayaan
    [3] http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
    [4] batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak
    [5] batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak
    [6] ml.scribd.com/doc/93667475/RUMA-GORGA

    ·         Aspek-aspek Metafisik atau Spiritual yang menjadi Norma Utama
    Begitu banyak aspek-spek spiritual yang menjadi norma utama dalam bangunan adat batak Toba ini. Salah satu contohnya adlah mengenai keharusan jumlah anak tangga yang berjumlah ganjil. Jika berjumlah genap, maka akan membawa kesialan bagi keluarga penghuni rumah tersebut.
    Bagian dari bangunan ini yang terdiri dari bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah juga menandakan bahwa adanya ketiga jenis kehidupan yang dipercayai.
    ·         Bentuk-Bentuk Simbolik atau Lambang Kebudayaan atau Ide untuk Mengekspresikan Makna pada Denah Anatomi dan Tampak
    Rumah batak toba dihiasi dengan symbol – symbol yang diukir di hampir seluruh bangunan rumah bolon. Gorga gorga tersebut memiliki arti dan maknanya tersendiri. Dan teknik ragam hias untuk mebuat gorga tersebut terdiri dari cara, yaitu dengan teknik ukir teknik lukis. Untuk mengukir digunakan pisau tajam dengan alat pemukulnya (pasak-pasak) dari kayu. Sedangkan teknik lukis bahannya diolah sendiri dari batu-batuan atau pun tanaga yang keras dan arang. Tiang yang berjumlah banyak mengandung filosofi kebersamaan dan kekokohan.[1]

    Ornamentasi dan dekorasi dari rumah adat Batak Toba mengandung nilai filosofi bagi keselamatan penghuni. Lokasi elemen rumah yang dihias berada pada gevel, pintu masuk, sudut-sudut rumah, bahkan ada yang sampai berada di keseluruhan dinding. Hiasan ini dapat berupa ukiran, dapat diberi warna, atau hanya berupa gambar saja. Tiga elemen warna yang penting adalah merah, putih dan hitam. Merah melambangkan pengetahuan/kecerdasan, putih melambangkan kejujuran/kesucian dan hitam melambangkan kewibawaan / kepemimpinan.



    [1] http://batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak

    ·         Bagian – bagian Rumah Batak
    Menurut tingkatannya Ruma Batak itu dapat dibagi menjadi 3 bagian :
    1.    Bagian Bawah (Tombara) yang terdiri dari batu pondasi atau ojahan tiang-tiang pendek, pasak (rancang) yang menusuk tiang, tangga (balatuk)
    2.    Bagian Tengah (Tonga) yang terdiri dari dinding depan, dinding samping, dan belakang
    3.    Bagian Atas (Ginjang) yang terdiri dari atap (tarup) di bawah atap urur diatas urur membentang lais, ruma yang lama atapnya adalah ijuk (serat dari pohon enau).

    Bagian bawah berfungsi sebagai tempat ternak seperti kerbau, lembu dll. Bagian tengah adalah ruangan tempat hunian manusia. Bagian atas adalah tempat-tempat penyimpanan benda-benda keramat (ugasan homitan).

    Menurut seorang peneliti dan penulis Gorga Batak (Ruma Batak) tahun 1920 berkebangsaan Belanda bernama D.W.N. De Boer, di dalam bukunya Het Toba Batak Huis, ketiga benua itu adalah [1]:
    1.      Banua toru (bawah)
    2.      Banua tonga (tengah)
    3.      Banua ginjang (atas)

    Selanjutnya suku Batak Toba yang lama telah berkeyakinan bahwa ketiga dunia (banua) itu diciptakan oleh Maha Dewa yang disebut dengan perkataan Mula Jadi Na Bolon. Seiring dengan pembagian alam semesta (jagad raya) tadi yang terdiri dari 3 bagian, maka orang Batak Toba pun membagi/ merencanakan ruma tradisi mereka menjadi 3 bagian.




    [1] http://batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak

    ·         ATAP
    Atap Rumah Bolon mengambil ide dasar dari punggung kerbau, bentuknya yang melengkung menambah nilai keaerodinamisannya dalam melawan angin danau yang kencang. 

    Atap terbuat dari ijuk, yaitu bahan yang mudah didapat didaerah setempat. Suku batak menganggap Atap sebagai sesuatu yang suci, sehingga digunakan untuk menyimpan pusaka mereka.[1]

    ·         BADAN RUMAH
    Badan rumah terletak dibagian tengah atau dalam mitologi batak disebut dunia tengah, dunia tengah melambangkan tempat aktivitas manusia seperti masak, tidur, bersenda gurau. Bagian badan rumah dilengkapi hiasan berupa ipon ipon untuk menolak bala[2].


    ·         PONDASI
    •     Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin, dimana batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang berdiri diatasnya.
    •     Tiang-tiang berdiameter 42 - 50 cm, berdiri diatas batu ojahan struktur yang fleksibel, sehingga tahan terhadap gempa
    •     Tiang yang berjumlah 18 mengandung filosofi kebersamaan dan kekokohan
    •     Mengapa memakai pondasi umpak?, karena pada waktu tersebut masih banyaknya batu ojahan dan kayu gelonggong dalam jumlah yang besar. Dan belum ditemukannya alat perekat seperti semen
    ·         DINDING
    •     Dinding pada rumah batak toba miring, agar angin mudah masuk
    •     Tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret, terbuat dari ijuk atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2 kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2 kepala saling bertolak belakang melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati.[3]


    ·         ORGANISASI RUANG
    Bentuk-bentuk ruang ruang dimana posisinya dalam ruang diatur oleh pola grid, hal ini dapat dilihat dari kolom-kolom yang tersusun secara modular pada denah.[4]


     






    ·         KESEIMBANGAN
    Keseimbangan pada rumah batak toba adalah simetris, baik pada denah maupun fasade bangunan, hal ini dapat dilihat jika kita menarik garis lurus tepat pada as gambar denah dan fasade[5]

    ·         SIRKULASI RUANG
    Sirkulasi Ruang pada rumah batak toba adalah tersamar, karena harus melewati jalan lurus sebelum berbelok ke bangunan utamanya

    ·         PINTU MASUK BANGUNAN
    Pintu Utama Menjorok kedalam dengan lebar 80 cm dan tingginya 1,5 m, dikelilingi dengan ukiran, lukisan dan tulisan dan dengan dua kepala singa pada ambang pintu.

    ORNAMENT (GORGA BATAK)
    Gorga Batak adalah ukiran atau pahatan tradisional yang biasanya terdapat di dinding rumah bahagian luar dan bagian depan dari rumah-rumah adat Batak. Gorga ada dekorasi atau hiasan yang dibuat dengan cara memahat kayu (papan) dan kemudian mencatnya dengan tiga (3) macam warna yaitu : merah-hitam-putih. Warna yang tiga macam ini disebut tiga bolit.


    Bahan-bahan untuk Gorga ini biasanya kayu lunak yaitu yang mudah dikorek/dipahat. Biasanya nenek-nenek orang Batak memilih kayu ungil atau ada juga orang menyebutnya kayu ingul. Kayu Ungil ini mempunyai sifat tertentu yaitu antara lain tahan terhadap sinar matahari langsung, begitu juga terhadap terpaan air hujan, yang berarti tidak cepat rusak/lapuk akibat kena sengatan terik matahari dan terpaan air hujan. Kayu Ungil ini juga biasa dipakai untuk pembuatan bahan-bahan kapal/ perahu di Danau Toba.[6]


    ·         Bahan-bahan Cat (Pewarna)

    Pada zaman dahulu Nenek orang Batak Toba menciptakan catnya sendiri secara alamiah misalnya :
    Cat Warna Merah diambil dari batu hula, sejenis batu alam yang berwarna merah yang tidak dapat ditemukan disemua daerah. Cara untuk mencarinya pun mempunyai keahlian khusus. Batu inilah ditumbuk menjadi halus seperti tepung dan dicampur dengan sedikit air, lalu dioleskan ke ukiran itu.
    Cat Warna Putih diambil dari tanah yang berwarna Putih, tanah yang halus dan lunak dalam bahasa Batak disebut Tano Buro. Tano Buro ini digiling sampai halus serta dicampur dengan sedikit air, sehingga tampak seperti cat tembok pada masa kini.
    Cat Warna Hitam diperbuat dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang ditumbuk sampai halus serta dicampur dengan abu periuk atau kuali. Abu itu dikikis dari periuk atau belanga dan dimasukkan ke daun-daunan yang ditumbuk tadi, kemudian digongseng terus menerus sampai menghasilkan seperti cat tembok hitam pada zaman sekarang.

    Jenis/ Macamnya Gorga Batak

    Menurut cara pengerjaannya ada 2 jenis :
    1.    Gorga Uhir yaitu Gorga yang dipahatkan dengan memakai alat pahat dan setelah siap dipahat baru diwarnai
    2.    Gorga Dais yaitu Gorga yang dilukiskan dengan cat warna tiga bolit. Gorga dais ini merupakan pelengkap pada rumah adat Batak Toba. Yang terdapat pada bahagian samping rumah, dan dibahagian dalam.[7]

    Menurut bentuknya
    Dilihat dari ornament dan gambar-gambarnya dapat pula Gorga itu mempunyai nama-namanya tersendiri, antara lain [8];

    • Gorga Ipon-Ipon, Terdapat dibahagian tepi dari Gorga; ipon-ipon dalam Bahasa Indonesia adalah Gigi. Manusia tanpa gigi sangat kurang menarik, begitulah ukiran Batak, tanpa adanya ipon-ipon sangat kurang keindahan dan keharmonisannya. Ipon-ipon ada beraneka ragam, tergantung dari kemampuan para pengukir untuk menciptakannya. Biasanya Gorga ipon-ipon ini lebarnya antara dua sampai tiga sentimeter dipinggir papan dengan kata lain sebagai hiasan tepi yang cukup menarik.

    • Gorga Sitompi, Sitompi berasal dari kata tompi, salah satu perkakas Petani yang disangkutkan dileher kerbau pada waktu membajak sawah. Gorga Sitompi termasuk jenis yang indah di dalam kumpulan Gorga Batak. Disamping keindahannya, kemungkinan sipemilik rumah sengaja memesankannya kepada tukang Uhir (Pande) mengingat akan jasa alat tersebut (Tompi) itu kepada kerbau dan kepada manusia.

    • Gorga Simataniari (Matahari), Gorga yang menggambarkan matahari, terdapat disudut kiri dan kanan rumah. Gorga ini diperbuat tukang ukir (Pande) mengingat jasa matahari yang menerangi dunia ini, karena matahari juga termasuk sumber segala kehidupan, tanpa matahari takkan ada yang dapat hidup.

    • Gorga Desa Naualu (Delapan Penjuru Mata Angin), Gorga ini menggambarkan gambar mata angin yang ditambah hiasan-hiasannya. Orang Batak dahulu sudah mengetahui/kenal dengan mata angin. Mata angin ini pun sudah mempunyai kaitan-kaitan erat dengan aktivitas-aktivitas ritual ataupun digunakan di dalam pembuatan horoscope seseorang/sekeluarga. Sebagai pencerminan perasaan akan pentingnya mata angina pada suku Batak maka diperbuatlah dan diwujudkan dalam bentuk Gorga.

    • Gorga Si Marogung-ogung (Gong), Pada zaman dahulu Ogung (gong) merupakan sesuatu benda yang sangat berharga. Ogung tidak ada dibuat di dalam negeri, kabarnya Ogung didatangkan dari India. Sedangkan pemakaiannya sangat diperlukan pada pesta-pesta adat dan bahkan kepada pemakaian pada upacara-upacara ritual, seperti untuk mengadakan Gondang Malim (Upacara kesucian). Dengan memiliki seperangkat Ogung pertanda bahwa keluarga tersebut merupakan keluarga terpandang. Sebagai kenangan akan kebesaran dan nilai Ogung itu sebagai gambaran/ keadaan pemilik rumah maka dibuatlah Gorga Marogung-ogung.[9]


    • Gorga Singa Singa, Dengan mendengar ataupun membaca perkataan Singa maka akan terlintas dalam hati dan pikiran kita akan perkataan: Raja Hutan, kuat, jago, kokoh, mampu, berwibawa. Tidak semua orang dapat mendirikan rumah Gorga disebabkan oleh berbagai faktor termasuk factor social ekonomi dan lain-lain. Orang yang mampu mendirikan rumah Gorga Batak jelaslah orang yang mampu dan berwibawa di kampungnya. Itulah sebabnya Gorga Singa dicantumkan di dalam kumpulan Gorga Batak

    • Gorga Jorgom, Ada juga orang menyebutnya Gorga Jorgom atau ada pula menyebutnya Gorga Ulu Singa. Biasa ditempatkan di atas pintu masuk ke rumah, bentuknya mirip binatang dan manusia.


    • Gorga Boras Pati dan Adop Adop (Tetek ), Boras Pati sejenis mahluk yang menyerupai kadal atau cicak. Boras Pati jarang kelihatan atau menampakkan diri, biasanya kalau Boras Pati sering nampak, itu menandakan tanam-tanaman menjadi subur dan panen berhasil baik yang menuju kekayaan (hamoraon). Gorga Boras Pati dikombinasikan dengan tetek (susu, tarus). Bagi orang Batak pandangan terhadap susu (tetek) mempunyai arti khusus dimana tetek yang besar dan deras airnya pertanda anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan banyak (gabe). Jadi kombinasi Boras Pati susu (tetek) adalah perlambang Hagabeon, Hamoraon sebagai idaman orang Batak.[10]
      

    • Gorga Ulu Paung, Ulu Paung terdapat di puncak rumah Gorga Batak. Tanpa Ulu Paung rumah Gorga Batak menjadi kurang gagah. Pada zaman dahulu Ulu Paung dibekali (isi) dengan kekuatan metafisik bersifat gaib. Disamping sebagai memperindah rumah, Ulu Paung juga berfungsi untuk melawan begu ladang (setan) yang datang dari luar kampung. Zaman dahulu orang Batak sering mendapat serangan kekuatan hitam dari luar rumah untuk membuat perselisihan di dalam rumah (keluarga) sehingga tidak akur antara suami dan isteri. Atau membuat penghuni rumah susah tidur atau rasa takut juga sakit fisik dan berbagai macam ketidak harmonisan.

    Masih banyak lagi gambar-gambar yang terdapat pada dinding atau bahagian muka dari rumah Batak yang sangat erat hubungannya dengan sejarah kepribadian si pemilik rumah. Ada juga gambar lembu jantan, pohon cemara, orang sedang menunggang kuda, orang sedang mengikat kerbau. Gambar Manuk-Manuk (burung) dan hiasan burung Patia Raja perlambang ilmu pengetahuan dan lain-lain.[11]



    [1][2][3][4][5]http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
    [6][7][8][9][10][11]http://batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak

    Pemanfaatan Ruangan
    Pada bagian dalam rumah (interior) dibangun lantai yang dalam pangertian Batak disebut “papan”. Agar lantai tersebut kokoh dan tidak goyang maka dibuat galang lantai (halang papan) yang disebut dengan “gulang-gulang”. Dapat juga berfungsi untuk memperkokoh bangunan rumah sehingga ada ungkapan yang mengatakan “Hot do jabu i hot margulang-gulang, boru ni ise pe dialap bere i hot do i boru ni tulang.”[1]
    Untuk menjaga kebersihan rumah, di bagian tengah agak ke belakang dekat tungku tempat bertanak ada dibuat lobang yang disebut dengan “talaga”. Semua yang kotor seperti debu, pasir karena lantai disapu keluar melalui lobang tersebut. Karena itu ada falsafah yang mengatakan “Talaga panduduran, lubang-lubang panompasan” yang dapat mengartikan bahwa segala perbuatan kawan yang tercela atau perbuatan yang dapat membuat orang tersinggung harus dapat dilupakan.
    Melintang di bagian tengah dibangun “para-para” sebagai tempat ijuk yang kegunaannya untuk menyisip atap rumah jika bocor. Dibawah para-para dibuat “parlabian” digunakan tempat rotan dan alat-alat pertukangan seperti hortuk, baliung dan baji-baji dan lain sebagainya. Karena itu ada fatsafah yang mengatakan “Ijuk di para-para, hotang di parlabian, na bisuk bangkit gabe raja ndang adong be na oto tu pargadisan” yang artinya kira-kira jika manusia yang bijak bestari diangkat menjadi raja maka orang bodoh dan kaum lemah dapat terlindungi karena sudah mendapat perlakuan yang adil dan selalu diayomi.
    Untuk masuk ke dalam rumah dilengkapi dengan “tangga” yang berada di sebelah depan rumah dan menempel pada parhongkom. Untuk rumah sopo dan tangga untuk “Ruma” dulu kala berada di “tampunak”. Karena itu ada falsafah yang berbunyi bahwa “Tampunak ni sibaganding, di dolok ni pangiringan. Horas ma na marhaha-maranggi jala tangkas ma sipairing-iringan”.
    Ada kalanya keadaan tangga dapat menjadi kebanggaan bagi orang Batak. Bila tangga yang cepat aus menandakan bahwa tangga tersebut sering dilintasi orang. Pengertian bahwa yang punya rumah adalah orang yang senang menerima tamu dan sering dikunjungi orang karena orang tersebut ramah. Tangga tersebut dinamai dengan “Tangga rege-rege”.[2]



    [1] http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
    [2] http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html

    •     Perabot Penting
    Berbagai bentuk dan perabotan yang bernilai bagi orang Batak antara lain adalah “ampang” yang berguna sebagai alat takaran (pengukur) untuk padi dan beras. Karena itu ada falsafah yang mengatakan “Ampang di jolo-jolo, panguhatan di pudi-pudi. Adat na hot pinungka ni na parjolo, ihuthononton sian pudi”. Pengertian yang dikandungnya adalah bahwa apa bentuk adat yang telah lazim dilaksanakan oleh para leluhur hendaknya dapat dilestarikan oleh generasi penerus. Perlu ditambahkan bahwa “panguhatan” adalah sebagai tempat air untuk keperluan memasak.[1]
    Di sebelah bagian atas kiri dan kanan yang letaknya berada di atas pandingdingan dibuat “pangumbari” yang gunanya sebagai tempat meletakkan barang-barang yang diperlukan sehari-hari seperti kain, tikar dan lain-lain. Falsafah hidup yang disuarakannya adalah “Ni buat silinjuang ampe tu pangumbari. Jagar do simanjujung molo ni ampehon tali-tali”.
    Untuk menyimpan barang-barang yang bernilai tinggi dan mempunyai harga yang mahal biasanya disimpan dalam “hombung”, seperti sere (emas), perak, ringgit (mata uang sebagai alat penukar), ogung, dan ragam ulos seperti ragi hotang, ragi idup, ragi pangko, ragi harangan, ragi huting, marmjam sisi, runjat, pinunsaan, jugia so pipot dan beraneka ragam jenis tati-tali seperti tutur-tutur, padang ursa, tumtuman dan piso halasan, tombuk lada, tutu pege dan lain sebagainya.
    Karena orang Batak mempunyai karakter yang mengagungkan keterbukaan maka di kala penghuni rumah meninggal dunia dalam usia lanjut dan telah mempunyai cucu maka ada acara yang bersifat kekeluargaan untuk memeriksa isi hombung. Ini disebut dengan “ungkap hombung” yang disaksikan oleh pihak hula-hula.
    Untuk keluarga dengan tingkat ekonomi sederhana, ada tempat menyimpan barang-barang yang disebut dengan “rumbi” yang fungsinya hampir sama dengan hombung hanya saja ukurannya lebih kecil dan tidak semewah hombung.
    Sebagai tungku memasak biasanya terdiri dari beberapa buah batu yang disebut “dalihan”. Biasanya ini terdiri dari 5 (lima) buah sehingga tungku tempat memasak menjadi dua, sehingga dapat menanak nasi dan lauk pauk sekaligus.
    Banyak julukan yang ditujukan kepada orang yang empunya rumah tentang kesudiannya untuk menerima tamu dengan hati yang senang yaitu “paramak so balunon” yang berarti bahwa “amak” (tikar) yang berfungsi sebagai tempat duduk bagi tamu terhormat jarang digulung, karena baru saja tikar tersebut digunakan sudah datang tamu yang lain lagi.
    Partataring so ra mintop” menandakan bahwa tungku tempat menanak nasi selalu mempunyai bara api tidak pernah padam. Menandakan bahwa yang empunya rumah selalu gesit dan siap sedia dalam menyuguhkan sajian yang perlu untuk tamu.
    Parsangkalan so mahiang” menandakan bahwa orang Batak akan berupaya semaksimal mungkin untuk memikirkan dan memberikan hidangan yang bernilai dan cukup enak yang biasanya dari daging ternak.
    Untuk itu semua maka orang Batak selalu menginginkan penghasilan mencukupi untuk dapat hidup sejahtera dan kiranya murah rejeki, mempunyai mata pencaharian yang memadai, sehingga disebut “Parrambuan so ra marsik”.
    Tikar yang disebut “amak” adalah benda yang penting bagi orang Batak. Berfungsi untuk alas tidur dan sebagai penghangat badan yang dinamai bulusan. Oleh karena itu ada falsafah yang mengatakan “Amak do bulusan bahul-bahul inganan ni eme. Horas uhum martulang gabe uhum marbere